Sebab, banyak masyarakat yang menyatakan tidak ada perubahan signifikan terkait konsumsi listrik di rumahnya.
“Penjelasan dari pihak PLN bahwa lonjakan tagihan disebabkan oleh peningkatan konsumsi listrik tidak dapat dijadikan satu-satunya dasar tanpa pembuktian yang jelas dan dapat diakses publik,” ungkapnya.
“Banyak warga melaporkan tidak adanya perubahan signifikan dalam pola konsumsi mereka, bahkan dengan penggunaan listrik yang tergolong rendah,” tambahnya.
Dalam situasi ekonomi yang kini cukup berat, terutama bagi kelas menengah, Mufti menilai ketidakpastian dan lonjakan tagihan listrik tanpa alasan yang jelas menjadi beban tambahan yang tidak kecil.
“Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebijakan subsidi dan penyesuaian tarif tidak justru memicu keresahan sosial,” tegasnya.
Terkait hal ini, Legislator dari dapil Jawa Timur II itu mendesak Pemerintah melalui Kementerian ESDM untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh atas dampak kebijakan pencabutan diskon listrik, termasuk memastikan konsistensi informasi publik.
Komisi VI DPR RI mendorong PLN untuk mengkaji ulang sistem tarif dan pengawasan publik terhadapnya.
Selain itu, PLN juga diminta untuk membuka forum pengaduan dan klarifikasi secara aktif untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat, serta menyediakan opsi audit pemakaian tanpa membebani pelanggan.
“Dengan kondisi seperti ini, sangat penting agar negara hadir tidak hanya dalam bentuk subsidi sesaat, tetapi melalui kebijakan energi yang berkelanjutan, transparan, dan berpihak pada rakyat, terutama kelompok rentan,” pungkas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.**