Beberna – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah berhasil membongkar jaringan pembuat dan pengedar uang palsu yang meresahkan masyarakat. Enam tersangka dengan peran berbeda diamankan di wilayah Boyolali dan Yogyakarta.
Pengungkapan ini disampaikan Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio dalam konferensi pers di Mako Ditreskrimum, Selasa (5/8/2025).
Ia menyebut, kasus ini bermula dari laporan masyarakat terkait dugaan peredaran uang palsu di Kabupaten Boyolali.
“Tim Resmob Polda Jateng lalu menangkap dua tersangka, W (70), warga Boyolali, dan M (50), warga Tangerang, pada Jumat (25/7) di depan warung makan di Banyudono. Dari tangan keduanya kami sita 410 lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu,” ungkap Dwi.
Dari hasil pengembangan, polisi menangkap dua pelaku lain, yang berinisial BES (54), warga Kudus, yang berperan menjual dan mencarikan pembeli, serta HM (52), warga Bogor, yang berperan sebagai pemodal dan pengadaan alat produksi.
Petugas kemudian menggerebek rumah produksi di Depok, Sleman, Yogyakarta, dan menangkap JIP alias Joko (58), warga Magelang, yang bertugas sebagai desainer sekaligus pembuat uang palsu. Di lokasi yang sama, DMR (30), pemilik rumah, juga ikut diamankan.
Dari penggerebekan, polisi menyita barang bukti berupa 500 lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu, 1.800 lembar uang palsu setengah jadi, 480 lembar uang palsu belum dipotong, dan Peralatan lengkap untuk mencetak uang palsu
“Modus operandi mereka adalah menjual uang palsu pecahan Rp100 ribu dengan rasio 1:3. Jadi, Rp100 juta uang palsu dijual seharga Rp30 juta. Mereka sudah mencetak sekitar 4.000 lembar, dan 150 di antaranya diduga sudah beredar di masyarakat,” jelas Dwi.
Para tersangka dijerat Pasal 244 dan 245 KUHP serta UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Pada kesempatan yang sama, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengimbau masyarakat agar waspada terhadap uang palsu.
“Jika menemukan uang mencurigakan, jangan ragu melapor ke polisi. Membelanjakan uang palsu justru bisa berujung pidana. Peran aktif masyarakat sangat penting untuk memutus mata rantai kejahatan ini,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwi Saputra, mengapresiasi pengungkapan kasus ini. Ia juga mengimbau masyarakat untuk menerapkan prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang) dalam mengenali keaslian uang.
“Ada ciri khusus pada uang asli seperti gambar air, benang pengaman, rectoverso, dan tinta berubah warna (OVI). Edukasi tentang Rupiah juga rutin kami sampaikan, termasuk lewat kurikulum sekolah,” pungkasnya.